Kamis, 21 Oktober 2010

Teknologi, Budaya Menulis dan Demokratisasi Pengetahuan



Menuliskan Identitas Bangsa
Semasa saya SMA, terjadi suatu fenomena yang menarik. Sekolah saya yang terdiri dari campuran siswa-siswa dari berbagai ras, keturunan dan agama dapat menunjukan persatuan diantara siswa-siswanya – tidak terjadi kesenjangan ataupun konflik yang disebabkan oleh agama ataupun ras. Siswa-siswa lebih merasakan identitas bersama sebagai anggota dari sekolah yang sama ketimbang menonjolkan perbedaan warna kulit atau kesenjangan ekonomi. Persaudaraan terjadi diantara kami, siswa-siswa keturunan cina dan pribumi, kaya dan miskin, dan kami menjadi “Men for and with others”. Persatuan diantara siswa-siswa SMU saya hanya dapat terjadi karena kami memiliki identitas sebagai siswa dari satu sekolah yang sama. Apakah warga-warga Indonesia memiliki identitas yang sama sebagai manusia sebangsa dan setanah air, seperti apa yang kita setiap kali kumandangkan pada upacara bendera?

Berdasarkan "The New Oxford American Dictionary", definisi sebuah bangsa adalah sekelompok orang yang memiliki sejarah, budaya, bahasa, etnis bersama dan bisa diperdebatkan bahwa satu-satunya hal yang dimiliki bersama oleh rakyat Indonesia adalah bahasa. Budaya, etnis, dan bahkan sejarah antara golongan etnis di Indonesia masih terisolir antara satu dengan yang lainnya sampai hari ini. Situasi geografis Indonesia yang berupa pulau-pulau menyebabkan sulitnya untuk terjadi percampuran budaya dan etnis. Pengalaman sejarah pun tidak dirasakan bersama antar kelompok etnis, karena situasi geografis. Rakyat Jawa tidak merasakan keterbelakagan infrastruktur di Irian Jaya atau rakyat Batam tidak menghadapi bahaya dari pemberontakan GAM yang diderita rakyat Aceh. Bahasa Indonesia, yang dipakai oleh seluruh rakyat Indonesia, bisa menjadi kendaraan dalam pembentukan identitas bersama bangsa Indonesia. Melalui berita, seluruh rakyat Indonesia dapat merasakan derita ataupun pencapaian dari kelompok tertentu sebagai derita atau pencapaian yang patut ditanggung atau dirayakan oleh seluruh rakyat Indonesia. (Anderson, 1991)

Sejarah yang juga menjadi komponen pembentukan identitas bangsa Indonesia pun masih tersamar, terutama karena andil pemerintahan Orde Baru. Sejak Reformasi Indonesia, mulai bermunculan beberapa buku-buku yang mencoba untuk menjabarkan sejarah Indonesia dari sudut pandang lain, tetapi masih belum ada satu versi yang dianggap kebenaran dan tetaplah yang diajarkan di sekolah-sekolah masih mengikuti apa yang dituliskan oleh Orde Baru. Dapat dikatakan bahwa versi “formal” dari suatu sejarah adalah apa yang tertuliskan, meskipun terkadang apa yang masih lisan adalah yang lebih benar. Melalui tulisan, rakyat di Sumatra dapat tahu fakta yang sama yang diketahui oleh rakyat Jawa, rakyat Papua dapat percaya akan sejarah yang sama dengan yang dipercayai oleh rakyat Sulawesi, dan seterusnya. Apabila kebenaran hanya tetap dalam bentuk lisan, maka sulit untuk seluruh rakyat Indonesia yang dipisahkan oleh jarak geografis ataupun rakyat Indonesia antar generasi yang dipisahkan waktu untuk dapat percaya akan kebenaran dan fakta yang sama. Media tertulis, lain dengan media lisan seperti radio, dapat melampaui jurang waktu. Generasi muda Indonesia tidak dapat mendengarkan berita radio seperti yang didengar oleh angkatan pejuang ’45, tetapi dapat membaca surat deklarasi kemerdekaan yang dikumandangkan Soekarno.

Tulisan, terutama tulisan sejarah, adalah media yang penting untuk pembentukan identitas bangsa. Masalah yang dihadapi bangsa Indonesia adalah tulisan sejarah yang saat ini ada bukanlah sejarah Indonesia yang lengkap atau sebenarnya, tetapi hasil rekayasa dan manipulasi pemerintahan Orde Baru. Untuk membentuk dan mengembalikan identitas bangsa Indonesia dari sisi sejarah, dibutuhkan kerja sama diantara sejarahwan, aktifis politik, peneliti budaya, dll untuk menuliskan sejarah lengkap Indonesia namun hal ini sangat sulit apabila siswa tidak diperkenalkan dan dibiasakan menulis, ataupun dihargai bila menyukai ilmu sosial (yang dianggap lebih tidak berharga ketimbang ilmu sains atau bisnis).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar